Selasa, 30 Juni 2009

Pematang waktu

Di pematang masa depan
Aku akan menanam padi benihmu
Yang menguning kala waktu bertuah
Dan ranum membekas

Aku siapkan segalanya untuk panen
Agar kicau burung masih terngiang
Dan anak-anak desa riuh dengan kerbau mereka
Aku pematangmu!

Menggores derita yang tersimpan
Di kantong bajumu yang batik
Dan tak kan lusuh dengan waktu panen
Sampai aku seperti burung pipit

Burung pipit yang selalu berkicau
Pada mimpi-mimpi kosongmu
Hingga kemarau jengah
Takut tidur dipelukanmu

Selasa, 16 Juni 2009



Menjadi perenpuan muslimah,
Menjadi istri shalihah
semoga aku bisa menggapainya.
Jangan lupa, selipkan namaku
diantara percikan do'a-do'amu
agar aku merasa damai.

Untukmu Mas



Kau dan aku bisa melihatnya mas.....
Lihatlah mas, anakmu tersenyum menyapamu. Dia lelah seharian menunggu Ayahnya pulang kerja. Ketika beranjak tidur, dia minta diceritakan tentangmu. Katanya suatu hari di depan teman-teman nya dia bercerita tentangmu dia bilang begini “Babaku adalah baba yang sangat sayang…….. sekali kepada anaknya. Ketika ia libul bekelja aku selalu ditemaninya belmain. Telus sehabis shalat beljamaa maglip baba mengajakku mangaji. Kalo mau bobo’ di cup keningku, lalu aku beldo'a 'Allohumma figli wali wali dayya wal ham huma kama lobbayani cogilo..'Ai lop yu baba…... anicah cayang Baba. mmmmuach...!” Lalu ustadzah dan teman-temannya bertepuk tangan untuk dia.Sungguh ia cerdas seperti kau. Bangga kepada ayahnya. Aku tak lupa mengajarinya menyanyi lagu kesukaanmu mas...., kau masih ingat bukan itu adalah lagu kenangan kita.Dan katamu "Kelak dik, suatu saat, jika kita sudah memiliki anak, aku ingin dia hafal lagu ini. Maka aku akan sangat bangga kepada dia". YA ALLAH, Tuhanku Hanya Engkau.. Aku serahkan PadaMU...

*Peliharalah sayangmu untuk keluargamu

Surat Cinta

Aku menemuimu di baris kata-katamu
Dalam surat di malam itu
Setiap huruf yang berderet dikertasmu
Memaksa mataku untuk menyapa mereka
Mengeja huruf dalam lembah dan guanya

Aku tersenyum, namun mataku menangis
Perihal rindu membuncah seketika

Ah,sudah kepalang basah pula
Kepalang cinta aku padamu

Setelah membaca suratmu
Aku lipat dengan hati gamang
Agar sama seperti sedia kala

Rindu yang luka

Ah ah ah, lagi-lagi sepotong wajahmu
Menggantung dipelupukku
Mematahkan pucuk-pucuk cemara
Mengalirkan air sungai dihatiku

*untukmu, semalam di api unggun

Selasa, 09 Juni 2009

Aku Mencintai Ibuku

nafasku adalah puisi yang terkantuk-kantuk
disudut kota merah
merayap dibangunan-bangunan tua
ketika pagi ia berkemas menjadi satpam
menjaga kata-kataku yang belum manjadi puisi
mataku akan meleleh saat ibuku mati
ia menghembuskan nafasnya digantungan awan
yang ringan bersama angin sepoi
ia wanita separuh nafasku
satu nadi yang berdenyut serentak
satu jantung dengan irama senada

aku tututp kepala ibuku dengan
kerudung warna bunga kangkung
yang ungu diantara air kotor
namun sang bunga tak risau berakrab dengannya
ungu yang mengendap di dadaku
menyeskkan nafasku, bedebah!
namun mati bagi ibuku
adalah penantian tak terlupakan
hingga mataku meleleh terkebur waktu
nafasku masih menjadi puisi
ditebing-tebing yang kuat
dikubur ibupun puisiku tidur disampingnya