Rabu, 15 Juli 2009

Lelaki kurus

Cerpen:kafiyatun hasya

Lelaki bertubuh kurus duduk sendiri lagi,pada senja yang jatuh ditanah. Duduk menatap laut lepas, matanya memancarkan sinar sendu, sedang mulutnya mengeluarkan senar-senar senandung rindu. Rindu yang menggerimmis dalam hati, menggumpal menjadi batu pikiran. Disetiap helai rambutnya mengantung bulan purnama pada malam-malam yang telah punah. Yang ia harapkan, menuai rindu pada gadis jelita, yang sudah lama menggores lurik rasa cinta dihatinya.
Ketika malam, matanya tetap tajam menjaga arus gelombang laut, agar tetap bergerak seirama seperti sedia kala, yang telah membuatya meleleh. Hutanpun yang berimbun dengan pohon-pohon besar bak raksasa yang jahat, dengan segenap kekuatan siap menerkam korbannya. Tetapi, bagi lelaki kurus, gadis jelita bukan pohon yang menyerupai raksasa jahat, namun peri lembut yang penuh rasa kasih sayang.
“aku ingin memelukmu erat” lelaki kurus menangkap suara gadis jelita yang ia temui pada setetes mimpi. Bibirnya merah, seperti bidadari, suit…suit..! Ah, mata lelaki selalu dalam menjelajah tubuh wanita.
Lelaki kurus tetap tak bergerak, tubuhnya bergetar, angin telah membawa dingin. Rambut lelaki kurus bergerak-gerak, matanaya tak beranjak dari tubuh gadis jelita.
“kau boleh anggap aku pelacur, tapi ketahuilah aku hanya melacur pada selengkanganmu”. Ucap gadis jelita dalam pelukan lelaki kurus setelah selesai bercinta.


* * *

“Aku benci malam!” menjelang malam lelaki kurus mengumpat dalam hatinya. Malam telah menutup kisahnya, mengabarkan kabar paling laknat. Malam telah menghianati sore, dan malam telah menipu. Senja dating hanya beberapa waktu, itupun tak lama. Sehingga lelaki kurus tak sempat menyentuh gadis jelita. Padah keinginan, ingin lagi mengulum lembut bibir bibir merahnya yang indah itu, dengan ciuman yang paling nikmat dan menggelora.
“aku tak peduli, kau hantu, jin atau lelembut. Kau selalu menganggu otakku berfikir keberadaanmu. Menghabiskan siang sampai malamku denagn dengkuran yang sempurna. Dan bila senaj hamper tiba, dengan spontan mataku akan terbuka” lelaki kurus menutup mukanaya dengan kedua tangan. Lalu membukanaya. Tetap saja. Keparat masih siang bolong!


* * *

bulan ini adalah musim hujan dimana orang-orang menyelenggarakan pernikahan. Memberi nafas cinta yang ranum, untuk disematkan dijantung jiwa. Cinta tumbuh dimana-mana, dengan wajah dan suara-suara. Dan dibangku taman kota, lihatlah sepasang makhluk yang memadu kasih, demi harap yang berkejaran denagn waktu. Tak mesti kisah cinta mulus pasti melewati kegelapan yang sangat pekat. Seperti malam yang dibenciku.
Diantara gadis yang dekat denganku. Gadis jelita sangat mengerti maksudku. Pada senja yang selalu aku nanti, dengan kecemasan yang sudah sampai ke ubun-ubunku, aku tetap menunggu gadis jelita. Akhirnya dia datang juga, membawa sebatang rokok kesukaanku, yang sudah disulut api.
“kau rindu aku ya, sudah tak sabar aku layani bukan?!” gadis jelita berjalan anggun. Melewati melewati ribuan bahkan miliaran juta pasir.”ini untukmu” seperti biasa aku akan langsung menghisap rokok bawaannya. Rasanya beda. Tak seperti tembakau biasanya.
“bolehkah aku meminta sesuatau padamu?” Tanya lelaki kurus ketika rokoknya telah habis
“untuk bergemul lagi?”
“tidak”
“lalu?”
“tinggallah denganku, aku selalu butuh kau disampingku”
“menjadi istrimu?”
“tentu”
“nanti akan aku fikirkan”
suasana laut yang sepi, berubah menjadi riuh. Karna ikan dilaut tengah bersorak-sorak atas cinta sejoli ini. Ikan dengan ikhlas mendo’akan. Agar mereka bersama terus. Tidak hanya pada waktu senja yang sebentar, tapi pada malam, pagi, siang. Pada senja mereka jadi bersama.
Hingga impian mereka jadi kenyataan. Melirkan anak yang lucu dan ceria. Yang mereka ninibobokan saat malam menghitam. Tapi tidak saat senja berkunjung. Karma saat itulah benang-benang legenda akan terbias kembali, agar anak tahu, bahwa pada senja yang menguning telah mati kebencian , telah punah amarah murka. Namun pad asaat itu bulir-bulir pada kasih abadi mulai terajut. Lewat do’a-do’a peziarah laut yang bersetubuh dengan do’a gadis jelita dan lelaki kurus, membeku dikejauhan langit, yang kemudian membiru abadi disana. Sampai kiamat.


* * *


mataku tak mampu berbohong, aku menikmati setiap permainanmu disenja ini. Aku tak peduli tubuhku penuh dengan pasir, begitupun tubuhmu.ini adalah percintaan terindah dan terlama dalam hidupku, keringat menghujan ditubuhku dan tubuhmu. Dengan lembut aku belai rambutmu, aku cubit pipimu yang merona seperti tomat. Ukh, sangat menggemaskan. Setiap kali kita bercinta kau tak pernah berucap satu katapun, selain desahan nafas yang melepuh lantaran asmara.
“bagaimana dengan tawaranku?”
“aku tak bisa menjadi istrimu, kalau hanay melayanimu disetiap senja aku usahakan”
“aku ingin kau selalu disampingku” ucapku lebih tegas
“aku hanya akan ada saat senja, aku hanya akan menghampirimu, aku hanya akan datang saat malam menjelang, aku hanya datang sebentar, aku hanya akan menemanimu disenja. Tidak pada waktu-waktu yang lain”suara gadis jelita melemah
“kau terikat apa dengan senja? Apakah dia membayarmu mahal? Kau tak perlu uang bukan. Bajumu itu-itu saja. Aku tak peduli kau bersolek atau tampil gembel didepanku” lelaki kurus memegang kedua bahu gadis jelita dengan kuat, berharap gadis jelita merubah fikirannya.
“aku akan membuat bibirmu tersenyum merekah, aku berjanji jlita”
“aku tidak bisa”
bangsat! Gadis jelita menagis. Aku benci dengan kesedihan aku ingin menutup muara air mata gadis jelitaku, agar dia tak menghabiskan air matanya untuk hari ini.
“peluklah aku” aku memeluk tubuh gadis jelita. Dingin. Semua berakhir disenja yang dingin. Dan menutup mataku yang dingin karna air mata gadis jelita.

Paiton, 30 april 2009